Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tugas Akhir Diklat Koding dan Kecerdasan Artifisial: Best Practice

Tugas Akhir Diklat Koding dan Kecerdasan Artifisial: Best Practice

Tugas Akhir Diklat Koding dan Kecerdasan Artifisial: Best Practice  

Diklat Koding dan Kecerdasan Artifisial hampir memasuki babak akhir pada bulan Oktober 2025 ini. Diklat yang berlangsung sejak bulan Juli 2025 dengan peserta bapak ibu guru yang sekolahnya memenuhi persyaratan mengikuti diklat akan segera menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatannya. Sebelum memasuki post tes, maka bapakibu guru akan mendapatkan tugas menyusun best practice atau praktik baik yang dilakukan selama kegiatan diklat. Salah satu pola penulisan best practice yang simple adalah pola STAR. Berikut ini adalah contoh best practice diklat KKA yang dapat dijadikan referensi. 

Best Practice

Penerapan Berpikir Komputasional sebagai Dasar Koding dan Kecerdasan Artifisial dengan Model Problem Based Learning dengan Pola STAR

Lokasi

SD Muhammadiyah Karangwaru

Lingkup Pendidikan

Sekolah Dasar

Tujuan yang ingin dicapai

    1.      Guru dapat mengoptimalkan model pembelajaran Problem Based Learning yang dikombinasikan dengan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi sesuai dengan karakteristik peserta didik untuk meningkatkan  motivasi dan minat belajar

    2.      Mengenalkan peserta murid kelas 5 mengenai berpikir komputasional sebagai dasar koding dan kecerdasan artifisial

    3.      Setelah melakukan diskusi kelompok dalam pembelajaran, murid dapat menganalisis macam-macam cara berpikir komputasional yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan benar

 

Penulis

Cahaya Mentari


Tanggal

10 Oktober 2025


Situasi

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SD Muhammadiyah Karangwaru, ditemukan berbagai permasalahan, diantaranya:

1.      belum membelajarkan mengenai mata pelajaran koding dan kecerdasan artifisial

2.      ekstrakurikuler yang berkaitan dengan teknologi informasi di sekolah berupa ekstrakurikuler komputer

3.      terdapat laboratorium komputer dengan jumlah komputer dengan jumlah kurang dari 20

4.      pada kurikulum 2025 koding dan kecerdasan artifisial menjadi salah satu materi yang dapat diajarkan di fase C baik menjadi mata pelajaran wajib, kokurikuler atau ekstrakurikuler

5.      guru belum optimal menggunakan model pembelajaran yang inovatif di kelas

6.      guru belum optimal media pembelajaran yang menarik yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, mislanya modul, alat peraga, video pembelajaran dan lain-lain. Hal tersebut terjadi karena terbatasnya pengetahuan mengenai media pembelajaran yang ada serta keterbatasan waktu yang dimiliki guru.

7.      terdapat guru yang telah mengikuti diklat koding dan kecerdasan artifisial

8.      pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial dapat dilakukan secara plugged dan unplugged

9.      kokurikuler mendapatkan alokasi jam pelajaran tersendiri di sekolah

 

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka kegiatan pembelajaran mata pelajaran koding dan kecerdasan artifisial dapat dilaksanakan di sekolah terutama dimulai pada fase C, dalam hal ini kelas 5. Mengingat materi berpikir komputasional sebagai dasar koding dan kecerdasan artifisial terdiri dari beberapa macam, maka materi ini dapat diajarkan dengn model pembelajaran inovatif yang mengakomodir bakat, minat, gaya belajar dan kecerdasan majemuk peserta didik dikombinasikan dengan media pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar yang disampaikan.

 

Model Problem Based Learning / PBL yang dipadukan dengan pendekatan diferensiasi merupakan alternatif solusi yang dipilih. Model pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dalam memecahkan permasalahan dengan cara berdiskusi, berkolaborasi, berpikir kritis, komunikasi dan kreatif yang sejalan dengan pembelajaran mendalam. Guru yang berperan sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing jalannya penyelidikan akan memberikan dampak berupa keberanian peserta didik untuk menyampaikan pendapat, menambah kepercayaan diri dan aktualisasi diri. Hal ini akan memberikan dampak berupa tumbuhnya keberanian peserta didik untuk menyampaikan pendapat. Peran guru dalam model pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator, motivator serta sebagai pembimbing jalannya pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.

 

Tantangan

Hasil identifikasi masalah, refleksi diri, wawancara terhadap beberapa tokoh (guru, kepala sekolah, peserta didik) serta pengetahuan yang diperoleh saat diklat, menghasilkan beberapa hal yang menjadi tantangan, diantaranya:

      1.      peserta didik kelas 5 belum mahir menggunakan komputer

    2.      peserta didik belum seluruhnya diizinkan oleh orang tua menggunakan gadget sendiri

     3.      peserta didik belum pernah mendapatkan pembelajaran mengenai berpikir komputasional sebagai dasar koding dan kecerdasan artifisial

    4.      guru belum pernah mengajarkan materi berpikir komputasional sebagai dasar koding dan kecerdasan artifisial menggunakan model pembelajaran inovatif

    5.      jumlah computer atau gadget apabila akan membelajarkan berpikir komputasional secara unplugged belum memadai

    6.      belum tersedianya sumber belajar (misalnya buku guru dan buku siswa) yang dimiliki sekolah untuk panduan belajar di kelas

    7.      model pembelajaran inovatif masih sangat relevan diterapkan untuk pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial

       8.      minat, gaya belajar dan kecerdasan di kelas lima sangat majemuk

 

Tantangan tersebut mengharuskan guru menerapkan pembelajaran berpikir komputasional sebagai dasar koding dan kecerdasan artifisial menggunakan model pembelajaran inovatif yang dikombinasikan dengan media pembelajaran inovatif secara unplugged atau plugged dengan memperhatikan karakteristik peserta didik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Pihak yang terlibat dalam tantangan ini diantaranya peserta didik, guru dan orang tua siswa.

 

Aksi    

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut diantaranya:

    1.      tantangan mengenai peserta didik yang belum mahir menggunakan computer, belum seluruhnya diizinkan memiliki gadget sendiri serta ketersediaan sarana computer di sekolah yang belum memadai

Guru belum dapat sepenuhnya melaksanakan pembelajaran secara plugged karena keterbatasan sarana berbasis teknologi informasi sehingga pembelajaran dapat dilakukan secara unplugged di ruang kelas. Apabila memerlukan sarana berbasis TIK, seperti komputer maka guru dapat menggunakan gadget pribadi dan peserta didik melakukan praktik secara bergantian. Hal ini akan memerlukan waktu yang lebih panjang namun tidak mengapa untuk memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik. Pembelajaran secara unplugged dapat dilakukan di kelas dengan cara guru menyiapkan media pembelajaran dan lembar kerja yang sesuai dengan materi yang diajarkan.

    2.      tantangan mengenai model pembelajaran

Guru harus mempelajari dan memahami model-model pembelajaran inovatif beserta sintaksnya secara lengkap kemudian merancang rencana pembelajaran untuk menjalankan seluruh sintaks yang ada untuk mencapai tujuan pembelajaran.

    3.      tantangan mengenai belum tersedianya sumber belajar seperti buku guru dan buku siswa yang dimiliki sekolah untuk menunjang pembelajaran

Guru menggunakan sumber belajar lain yang relevan dengan materi ajar, menyusunnya dalam sumber belajar baru untuk peserta didik agar lebih aplikatif. Guru juga dapat menuangkan sumber belajar dalam media pembelajaran dan lembar kerja peserta didik sehingga peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang kontekstual

    4.      tantangan mengenai karakteristik peserta didik yang beraneka ragam

Guru melakukan asesmen diagnostik untuk memetakan berbagai karakteristik peserta didik seperti minat, gaya belajar, kecerdasan majemuk dan lain-lain untuk menentukan diferensiasi pembelajaran yang dapat mengakomodir seluruh karakteristik peserta didik.

 

Berdasarkan seluruh analisis tersebut maka aksi yang dilakukan di kelas lima Adalah membelajarkan materi berpikir komputasional sebagai dasar koding dan kecerdasan artifisial dengan model pembelajaran Problem Based Learning / PBL menggunakan pendekatan pembelajaran berdiferesiasi. Difrernsiasi yang dilakukan adalah berupa diferensiasi konten dan produk untuk setiap macam cara berpikir komputasional yang terdiri dari pattern recognition, decomposition, algorithmic thinking, dan abstraction pada jam Pelajaran kokurikuler selama 3 jam pelajaran setiap minggu.

 

Dokumentasi kegiatan:

    1.      Pembelajaran dengan model PBL untuk semua prinsip

      2.      Pembelajaran berpikir komputasional prinsip decompostition


    3.      Pembelajaran berpikir komputasional prinsip pattern recognition


    4.      Pembelajaran koding unplugged



 

Refleksi hasil   dan dampak    

    1.      Dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah yang dikombinasikan dengan media pembelajaran berupa video dan tayangan presentasi menjadikan peserta didik dapat memahami pengetahuan awal mengenai berpikir komputasional dan macam-macamnya. Setelah berdiskusi kelompok dengan diferensiasi konten dan produk di mana kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dan setiap kelompok mendapatkan LKPD yang berbeda mengenai macam-macam cara berpikir komputasional berdasarkan hasil asesmen diagnostic, peserta didik dapat lebih mengapliaksikan secara langsung prinsip berpikir komputasional. LKPD yang digunakan merupakan LKPD unplugged karena sarana prasarana di sekolah belum memadai. Dengan kegiatan presentasi, peserta didik dapat memaparkan hasil diskusi kelompok dan membagikan hasil diskusinya kepada teman sekelas dan saling belajar karena konten dan produk yang dihasilkan berbeda-beda. Kegiatan diskusi kelompok dan melakukan presentasi di depan kelas melatih peserta didik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang disajikan guru dalam kelompok kecil. Hal ini menjadikan seluruh peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran.

 

    2.      Keberhasilan strategi yang digunakan terlihat dari keseluruhan pembelajaran mulai dari kegiatan awal, inti dan penutup menunjukkan peserta didik yang aktif dan bersemangat serta lebih memahami materi yang disampaikan. Hal ini juga terlihat dari hasil evaluasi dan LKPD yang diselesaikan. Peserta didik juga senang dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Mereka juga merasa bangga karena hasil karya di pajang di dinding kelas.

 

    3.      Faktor yang menjadi kekurangan dari model pembelajaran yang digunakan diantaranya adalah adanya beberapa peserta didikyang kurang aktif dalam diskusi kelompok dan masih belum percaya diri saat presentasi. Selain itu, karena baru pertama kali melaksnakan pembelajaran dengan materi berpikir komputasional dengan diferensiasi produk dan konten, belum semua peserta didik melakukan apa yang ditugaskan di LKPD sehinggan belum mendapatkan pengalaman belajar yang sama.  Oleh karena itu perlu dilakukan pembelajaran selanjutnya untuk membelajarkan seluruh prinsip berpikir komputasional pada semua peserta didik.

 

    4.      Pembelajaran yang saya peroleh dari keseluruhan proses yang telah dilakukan diantaranya:

a.      Peserta didik lebih semangat dan aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran,

b.      Peserta didik berlatih untuk berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok kecil, berpikir kritis dan percaya diri dalam mengemukakan pendapat

c.       Pembelajaran menjadi lebih dinamis

d.      Pembalajaran mengenai berpikir komputasional sebagai dasar koding dan kecerdasan artifisial dapat dilaksanakan di sekolah secara unplugged

e.      Kedepannya, mata pelajaran koding dan kecerdasan artifisial dapat dilaksanakan di sekolah pada mata pelajaran kokurikuler dengan perencanaan yang lebih matang di sekolah.

 

 Demikian semoga dapat memberikan manfaat.  


Posting Komentar untuk "Tugas Akhir Diklat Koding dan Kecerdasan Artifisial: Best Practice "