Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ciri Ilmu Pengetahuan Barat

 


Ciri Ilmu Pengetahuan Barat

A.      Pendahuluan

Penemuan sains dan teknologi telah banyak memudahkan aktivitas manusia. Dari berbagai penemuan serta pengembangannya membuat manusia dapat memahami, mengolah dan menguasai alam. Menurut Ali Anwar Yusuf, sains secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses pengkajian secara empirik dan dapat diterima oleh rasio, sedangkan teknologi adalah penerapan sains untuk mengendalikan alam dalam proses produktif ekonomis sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia.[1]

Kemajuan dan kemudahan yang terjadi dalam kehidupan manusia merupakan peran dari Iptek yang telah dikembangkan manusia dari masa kemasa. Dengan demikian Iptek memudahkan kehidupan manusia dan memenuhi kebutuhannya atau mengantarkan kehidupan manusia menjadi lebih baik. Dalam sejarah peradaban manusia, bersamaan muncul dengan ilmu pengetahuan yang digunakan untuk menciptakan teknologi. Sehingga tekhnologi merupakan produk ilmu pengetahuan melalui pengembangan dan menjadi parameter kemajuan peradaban manusia. Iptek berkembang demikian pesatnya melahirkan tantangan luar biasa bahkan membawa manusia jauh dari nilai spiritualisme agama, padahal pengembangan teknologi tidak boleh melepaskan diri dari nilai-nilai agama. Albert Einstein berujar “Agama tanpa ilmu akan pincang, sedangkan ilmu tanpa agama akan buta”, menyiratkan pentingnya posisi agama dalam pengembangan ilmu pengetahuan[2]

Pengetahuan merupakan sumber utama peradaban suatu bangsa. Maju atau mundurnta suatu bangsa berawal daru perhatian bangsa tersebut terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti oleh majunya berabagai peradaban dunia karena pemikiran tokoh-tokoh yang hidup pada masanya. Oleh karenanya, pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat vital yang harus mendapat perhatian sehingga dapat membawa manusia pada kehidupan yang lebih baik, Sebagaimana kita ketahui, pengetahuan yang sedang berkembang pada masa sekarang merupakan produk dari ilmu pengetahuan Barat yang memiliki karakteristik yang spesifik. Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan ciri ilmu pengetahuan Barat mulai dari hakikat keilmuannya hingga pada ciri ilmunya.

B.            Pembahasan

a.             Konsep Ilmu Pengetahuan

Pengetahuan merupakan sesuatu yang diketahui. Ilmu merupakan pengetahuan, namun pengetahuan belum tentu merupakan ilmu. Hal ini terjadi karena pengetahuan dapat diperoleh dengan atau tanpa  metode ilmiah. Artinya, pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sehari-hari atau berupa informasi yang kita peroleh dari seseorang yang memiliki kewibawaan atau otoritas tertentu. Ilmu pasti diperoleh dengan metode ilmiah, yaitu menggunakan metode berpikir dedukif maupun induktif. Pengetahuan merupakan keseluruhan gagasan, pemikiran, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki oleh manusia mengenai dunia dan isinya, termasuk manusia beseerta kehidupannya. Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan keseluruhan system pengetahuan manusia yang sudah dibakukan secara sistematis.

Definisi ilmu pengetahuan sangat beragam, diantaranya ilmu adalah pengetahuan yang memiliki dasar dan berlaku secara umum dan merupakan keseluruhan dari kebenaran-kebenaran yang terkait antara satu dengan yang lain secara sistematis. Definisi lain menyebutkan bahwa ilmu dapat dilihat sebagai aktivitas yang dilakukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebagai metode bagaimana aktivitas itu dilakukan, serta sebagai ilmu pengetahuan atau produk dari aktivitas tersebut. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, di mana aktivitas tersebut harus dilaksanakan dengan metode tertentu untuk mendatangakn pengetahuan yang sistematis. Definisi lain menurut The Liang Gie, ilmu merupakan aktivitas penelitian, metode ilmiah dan pengetahuan yang sistematis. Ziman mengemukakan ilmu pengetahuan adalah kebenaran yang diperoleh melalui kesimpulan logis dan pengamatan empiris (berdikir logis dan induktif). Definisi ini umumnya didasarkan pada asas induksi, yaitu bahwa apa yang kelihatannya telah terjadi beberapa kali hampir pasti selalu terjadi dan dapat dipakai sebagai fakta dasar atau hukum yang memungkinkan dibangunnya suatu struktur teori yang kuat.  Hasil analisis drai Ziman mengungkapkan bahwa penyelidikan ilmiah dimulai dengan pengamatan dan percobaan yang kemudian diakhiri dengan generalisasi yang bersifat problematic dan tidak pernah begitu saja menyatakan bahwa masalahnya sudah selesai atau tidak dapat diganggu gugat lagi.

Ziman mengemukakan bahwa kegiatan ilmiah bukan merupakan urusan pribadi, melainkan urusan Bersama yang berarti bahawa semua orang yang tertarik pada penyelidikan ilmiah dapat berpartisipasi sebagai rekan sederarajat. Tujuan dari ilmu pengetahuan bukan sekedar untuk memperoleh informasi dan menyampaikan pandangan-pandangan yang tidak saling bertentangan, tetapi bahwa ilmu pengetahuan harus bersifat umum untuk mencapai suatu kesepakatan pendapat yang rasional mengenai bidang yang mungkin sangat luas. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa ciri umum ilmu pengetahuan diantaranya ilmu bersifat rasional, artinya proses pemikiran yang berlangsung di dalam ilmu harus dan hanya tunduk pada hukum-hukum logika. Kedua, ilmu bersifar obyektif, yang berarti ilmu pengetahuan didukung oleh bukti-bukti yang dapat diverifikasi untuk menjamin keabsahannya. Ketiga, ilmu bersifat matematikal, yaitu cara kerjanya runtut berdasarkan patokan tertentu yang secara rasional dapat dipertanggungjawabkan dan hasilnya berupa fakta-fakta yang relevan dalam bidang yang ditelaahnya.

Ciri keempat dari ilmu adalah ilmu bersifat umum atau universal dan terbuka. Artinya ilmu harus dapat dipelajari oleh setiap orang bukan hanya sekelompok orang tertentu. Kelima, ilmu bersifat akumulatif dan progresif yang berarti kebenaran yang diperoleh selalu dapat dijadikan dasar untuk memperoleh kebenaran yang baru sehingga ilmu pengetahuan menjadi semakin maju dan berkembang. Ciri ilmu yang keenam adalah ilmu bersifat communicable. Hal inu berarti bahwa ilmu dapat dibahas atau dikomunikasikan bersama orang lain.[3]

b.             Konsep Ilmu Pengetahuan, Sumber Ilmu Pengetahuan Menurut Barat

1.             Konsep Ilmu Pengetahuan menurut Barat

Ilmu pengetahuan berasal dari dua  kata yaitu ilmu dan pengetahuan. Secara etimologi, ilmu dalam bahasa Inggris science, yang merupakan serapan dari bahasa latin scientia, dan merupakan turunan dari kata scire, yang mempunyai arti mengetahui (to know), atau belajar (to learn). Science juga bermakna pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat yang khusus.  Pengetahuan dalam bahasa Inggris disebut sebagai knowledge yang berarati kenyataan atau kondisi menyadari sesuatu, kenyataan atau kondisi mengetahui sesuatu yang diperoleh secara umum melalui pengalaman atau asosiasi, sejumlah pengetahuan, susunan kebenaran informasi, dan prinsip-prinsip yang diperoleh manusia atau kenyataan atau kondisi memiliki informasi yang sedang dipelajari. Ilmu pengetahuan secara terminologi diartikan  sebagai sesuatu yang empiris, rasional, umum, dan sistematis.

 Karl Pearson merumuskan ilmu pengetahuan sebagai lukisan atau keterangan yang lengkap dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sesederhana/sesedikit mungkin). Ilmu Pengetahuan Prof. Dr. Ashley Montagu, guru besar antropologi di Rutgers University adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari. Driver dan Bel, pakar konstruktivis, mengemukakan konsep bahwa ilmu pengetahuan bukan hanya kumpulan hukum atau daftar fakta. Ilmu pengetahuan, terutama sains, adalah ciptaan pikiran manusia dengan semua gagasan dan konsepnya yang ditemukan secara bebas

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu fakta yang bersifat empiris atau gagasan rasional yang dibangun oleh individu melalui percobaan dan pengalaman yang teruji kebenarannya. Definisi-definisi  tersebut memberikan ciri-ciri ilmu pengetahuan diantaranya sistematis, objektif, rasional, general, reliabel dan komunitas. Sistematis mengandung arti bahwa ilmu pengetahuan disusun secara berurutan atau teratur yang memiliki fakta-fakta penting yang saling berkaitan. Objektif berarti ilmu pengetahuan menjelaskan apa adanya sesuai dengan fenomena yang terjadi. Rasional bermakna bersumber pada pemikiran rasio yang mematuhi kaidah-kaidah logika. General berarti kualitas ilmu pengetahuan dapat merangkum keseluruhan fenomena yang bersifat umum. Kebenaran yang didapatkan dapat diterapkan untuk fenomena yang sama tanpa terikat ruang dan waktu. Reliabel artinya dapat diperiksa kebenarannya, diselidiki kembali atau diuji ulang oleh setiap anggota lainnya dari masyarakat ilmuan. Komunitas, dapat diterima secara umum, setelah diuji kebenarannya oleh ilmuwan

2.             Obyek Ilmu Pengetahuan

Obyek dalam ilmu pengetahun terbagi menjadi dua, yaitu obyek material dan formal. Obyek material merupakan obyek yang dihadirkan dalam pemikiran atau penelitian, baik yang bersifat materi (seperti benda-benda) maupun yang non-materi (seperti masalah, konsep, ide-ide). Obyek formal merupakan obyek yang dipandang dari sudut pandang mana suatu obyek itu diselidiki Misalnya penelitian tentang manusia ditinjau dari aspek faal tubuhnya; maka obyek materialnya adalah manusia sementara obyek formalnya adalah aspek susunan tubuhnya.

3.             Sumber Pengetahuan

Sumber pengetahuan adalah alat atau sesuatu dari mana individu atau seseorang memperoleh informasi tentang suatu objek. Manusia mendapatkan informasi dari indera dan akal. Oleh karena itu alat tersebut yang dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, sumber ilmu pengetahuan adalah empirisme (indera) dan rasionalisme (akal). Empirisme merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan perantaraan panca indera. Paham empirisme berpendirian bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman. John Locke yang mengemukakan bahwa manusia ibarat kertas putih, maka pengamalan panca inderawinya yang akan menghiasi jiwa manusia dari mempunyai pengetahuan yang sederhana hingga menjadi pengetahuan yang kompleks. David Hume berpendapat bahwa manusia sejak lahir tidak mempunyai pengetahuan sama sekali, pengetahuannya didapatkan melalui pengideraan. Hasil dari pengamatan melalui inderanya, maka menghasilkan dua hal; kesan (impression) dan ide (idea).

4.             Rasionalisme

Rasionalisme merupakan kebalikan dari empirisme. Rasionalisme menyebutkan bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Dalam bekerja, akal membutuhkan bantuan panca indera untuk memperoleh data dari alam nyata, namun hanya akal yang mampu menghubungkan data satu sama lainnya, sehingga terbentuklah pengetahuan. Menurut Von pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan dapat menunjuk pada keseluruhan obyek dan semua relasinya yang diabstraksikan dari pengalaman. Lingkungan juga menunjuk pada sekeliling hal itu yang telah diisolasikan. Pendeknya, sumber pengetahuan yang diakui keabsahannya dalam perspektif Barat hanya rasionalisme dan empirisme.

Kebenaran pengetahuan merupakan implikasi dari sumber pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan Barat mengandalkan empiris dan rasional, sehingga menurut pandangan mereka, pengetahuan dikatakan benar apabila sesuai dengan kenyataan yang ada dan sesuai dengan akalnya. Oleh karenanya teori kebenaran dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kebenaran realisme dan idealisme. Padangan realisme berpendapat bahwa pengetahuan dianggap benar dan tepat apabila sesuai dengan kenyataan.  Teori ini didukung oleh Bertand Russell dengan teori korespondensinya, Charles S. Peirce dengan teori pragmatismenya dan para ahli konstruktivis. Kebenaran idealisme menandaskan bahwa hakikat kebenaran pengetahuan didasarkan pada alam ”ide”, terutama akal. Realita yang ditangkap panca indera manusia sudah ditentukan sebelumnya dalam alam ”ide” itu.

Pandangan ini didukung oleh Socrates dan Aristoteles dengan teori koherensinya. Dua teori tersebut menyebutkan bahwa kebenaran dalam pengetahuan Barat bersifat relatif. Hal ini terjadi karena pengetahuan itu bukan barang mati yang sekali jadi, melainkan suatu proses yang terus berkembang sehingga tidak menutup kemungkinan pengetahuan yang lama akan digugurkan oleh pengetahuan yang baru karena dianggap sudah tidak relevan lagi. Kesimpulan yang bisa diambil adalah pengetahuan yang benar bisa dilihat dari dua hal, yaitu kesesuaiannya dengan realitas atau fakta yang ada dan kesesuaiannya dengan akal manusia yang bersifat subyektif.[4]

c.              Ciri Ilmu Pengetahuan Barat

Pengetahuan dalam pandangan Barat merupakan suatu fakta empiris atau gagasan rasional yang dibangun oleh individu itu sendiri melalui pengalamannya. Pandangan tersebut memberikan gambaran bahwa pengetahuan Barat bersifat rasional-empiris. Artinya pengetahuan harus dapat dibuktikan secara empiris dan dapat diterima oleh rasio manusia. Dua poin utama dalam pengetahuan Barat, yaitu: pertama, sains (ilmu pengetahuan) merupakan cara mempelajari alam secara obyektif dan sistematik yang hasil-hasilnya dapat diterapkan dan dikembangkan secara universal. Kedua, sains merupakan suatu aktivitas manusia, walaupun sudah diusahakan seobyektif mungkin dan tidak memihak, dalam praktiknya subyektivitas, latar belakang pencetus teori dan standar nilai atau norma yang dianutnya, kondisi sosial politik pada saat itu memberikan pengaruh dalam teorinya. Berangkat dari pengertian tersebut, maka sumber pengetahuan dalam perspektif Barat berasal dari panca indera (empirisme) dan akal (rasionalisme). Sementara pengetahuan yang bersumber dari wahyu dan intuisi yang berada di luar panca indera dan akal manusia ditentang oleh kebanyakan ilmuwan Barat. Mereka menganggap bahwa intuisi tidak mempunyai unsur penalaran logis dan pengamatan secara empiris.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui karakteristik pengetahuan dalam perspektif Barat yaitu:

1.             Menggunakan Pendekatan Skeptis

Para ilmuwan Barat dalam mencari pengetahuan yang meyakinkan berangkat dari keraguan. Ilmuwan tersebut tidak pernah menerima kebenaran suatu pernyataan sebelum penjelasannya dapat diterima secara logika dan dibuktikan secara empiris. Bagi ilmuwan-ilmuwan tersebut,  kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sudah teruji keabsahannya, selama tidak digugurkan oleh kebenaran ilmiah lainnya yang lebih terandalkan. Hal ini tidak berarti kebenaran ilmiah menempati kebenaran mutlak, setidaknya reabilitas dan validitas kebenarannya bisa diandalkan karena proses menuju kebenaran itu melalui proses yang panjang. Namun, keraguan yang berkesinambungan ini bisa menjadi ”jebakan” bagi para ilmuwan sendiri. Sebab dengan keraguan semacam itu, maka sulit mencapai kemantapan apalagi kepastian. Karena pada saatnya nanti, kemantapan ini bisa digugat lagi menjadi keraguan di kemudian hari, begitu seterusnya .

2.             Pendekatan Rasional-Empiris

Rasio menjadi kebutuhan mutlak dalam proses pencarian pengetahuan. Semua konsep dan teori dalam rumpun ilmu selalu dilihat berdasarkan pertimbangan rasio. Meskipun terdapat fakta yang benar-benar riil bahwa sepanjang perbuatan itu tidak bisa dinalar oleh rasio, maka tidak bisa dikatakan sebagai ilmu. Akibatnya, manusia rasionalis tidak membutuhkan Tuhan lagi. Posisi Tuhan digantikan oleh akal karena diyakini mampu memecahkan segala permasalahan manusia. Akal dianggap menjadi tempat bersandar dan bisa memberikan ketenangan batinnya, padahal akal juga memiliki keterbatasan.

3.             Pendekatan Dikotomik

Pendekatan dikotomik adalah pendekatan atas dua konsep yang saling bertentangan. Dikotomik ini muncul setelah timbulnya sekulerisasi dalam rangka membebaskan ilmuwan untuk berkreasi melalui penelitian, percobaan dan penggalian ilmiah tanpa dibayangi ancaman gereja Karakteristik pengetahuan Barat terdapat dikotomi antara nilai dan fakta, obyektif dan subyektif, pengamat dan dunia luar. Bagi mereka karakteristik ini adalah cara terbaik untuk memperoleh kebenaran pengetahuan

4.         Pendekatan Positivis-Obyektivis

Pendekatan positivis merupakan pendekatan yang hanya menerima kebenaran yang nyata empirisnya. Bagi positivisme, sesuatu yang berada di luar pengalaman inderawi tidak dapat dijadikan sebagai metode dalam mendapatkan pengetahuan, sebab tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan riil. Sedangkan yang riil hanya terbatas pada sesuatu yang dapat diamati oleh indera. Pendekatan obyektivisme merupakan pendekatan yang digunakan ilmuwan untuk menyatakan fakta apa adanya sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya, sehingga tidak ada satu pun ilmu pengetahuan yang disembunyikan oleh pemikiran yang rasional dan argumentatif. Oleh karena itu, pendekatan ini menumbuhkan kejujuran intelektual (honesty intelectual) dan keterbukaan. Pendekatan subyektif bisa menjadi terbuka terhadap kritik bila menjadi pendekatan obyektif. Konsekuensi dari pendekatan obyektivisme adalah adanya kontinuitas kritik. Ilmu dianggap benar apabila mampu bertahan dari kritik secara keras. Ketika ilmu itu tidak lagi mampu bertahan dari kritikan-kritikan berarti pudarlah kebenarannya.

5.             Menentang Dimensi Spiritual (Antimetafisika)

Metafisika biasa diartikan oleh filosof sebagai sesuatu yang berada di balik alam. Metafisika juga diartikan sebagai sesuatu yang bersumber dari agama, berupa persoalan-persoalan akhirat atau alam baka. Hal ini ditolak oleh para positivis karena tidak dalam bentuk nyata, tidak bisa diukur, tidak bisa diuji validitasnya, dikuantitatifkan, dan diamati secara inderawi. Keterlibatan unsur-unsur spiritual dalam pengetahuan eksakta maupun pengetahuan sosial dipandang tidak perlu bahkan dianggap merusak cara kerja ilmiah Hal ini menunjukkan bahwa sains Barat tidak membangun keseimbangan (ballance) antara orientasi antroposentris dengan teosentris, sehingga ia bisa berkembang dengan cepat, tetapi kehilangan nilai-nilai ketuhanan. Oleh karena itu, kondisi-kondisi sains modern sekarang ini sesungguhnya rapuh dan mengalami ”kepincangan”, karena hanya menjadikan manusia satu-satunya tempat berpijak. Sementara itu, Tuhan dan petunjuk-petunjuk-Nya berusaha disingkirkan jauh-jauh dari arena pengetahuan Selain itu, pengetahuan Barat modern menolak pengaruh ataupun intervensi wahyu. Bagi mereka, eksistensi wahyu Tuhan diakui dalam sebatas seperangkat aturan yang harus dijalankan manusia sebagai bekal untuk menuju kehidupan akhirat. Mereka membedakan secara tajam antara wahyu dengan rasio. Bagi mereka, wahyu merupakan titah Tuhan yang tidak memiliki sifat-sifat rasional sama sekali, begitu juga sebaliknya[5]

C.           Kesimpulan

Kesimpulan yang dari makalah ini adalah :

a.       Ilmu pengetahuan adalah suatu fakta yang bersifat empiris atau gagasan rasional yang dibangun oleh individu melalui percobaan dan pengalaman yang teruji kebenarannya

b.      Ciri-ciri ilmu pengetahuan diantaranya sistematis, objektif, rasional, general, reliabel dan komunitas

c.       Obyek dalam ilmu pengetahun terbagi menjadi dua, yaitu obyek material dan formal.

d.      Ciri ilmu pengetahuan Barat diantaranya Menggunakan Pendekatan Skeptis, Pendekatan Rasional-Empiris, Pendekatan Dikotomik, Pendekatan Positivis-Obyektivis  dan Menentang Dimensi Spiritual (Antimetafisika)

Daftar Pustaka

Akbar Tanjung. 2019.  Karakteristik dan Implikasi Sains Barat Modern Terhadap Lingkungan Hidup. Indonesian Journal of Islamic Theology and Philosophy. Volume 1. No. 2 Tahun 2019, h. 117-138

Darwis A. Sulaiman. 2019. Filsafat Ilmu dan Pengetahuan Perspektif Islam dan Barat. Aceh: Penerbit Bandar Publishing. H 26-29

Fahmi Ahmad. 2019. Infiltrasi Pendidikan Agama dan Budaya Di Indonesia: Perspektif Islam dan Barat. Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam. Vol 08 No. 02 (2019)

Hakim.Usmanul. 2019. Identifikasi Worldview dalam Ilmu Pengetahuan Barat Kontemporer menurut Syed Muhammad Naquib Al Attas. Tafsyiah Jurnal Pemikiran Islam Vol. 3, No. 2, Agustus 2019, hlm. 53-72

Hanafi. Hassan. 2015.  Studi Filsafta 2 Pembacaan Atas Tradisi Barat Modern. Yogyakarta : LKIS

I Gusti Bagus Rai Utama. 2013. Filsafat Ilmu dan Logika. Badung : Universitas Dhiyana Pura Badung

Izzatur Rusuli dan Zakiul Fuady M. Daud.2015. Ilmu Pengetahuan dari John Locke Ke Al Attas. Jurnal Pencerahan Volume 9, Nomor 1, (Maret) 2015 Halaman 12-22

Karim. Abdul 2014. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Fikrah Vol 2 No. 1 Juni 2014

Kosim. Muhammad. 2008. Ilmu Pengetahuan dalam Islam. Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008

Muslih, Muhammad. 2004. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Belukar

Saputra. Hardika.2019. Perjumpaan Keilmuan Islam dengan Keilmuan Barat. Az-Ziqri, Vol 1. No.02 Juli-Desember 2019 .

Siti Makhmudah. 2018. Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Modern dan Islam. Al Murabbi Volume 4, Nomor 2, Januari 2018

Umar. 2020. Revitalisasi IPTEK Modern dalam Gagasan Keilmuan dan Perspektif Islam. rnal Kajian Al-Quran & Tafsir Volume 5, No. 1

Wahana.Paulus. 2016. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta : Pustaka Diamond


[1] Akbar Tanjung. 2019.  Karakteristik dan Implikasi Sains Barat Modern Terhadap Lingkungan Hidup. Indonesian Journal of Islamic Theology and Philosophy. Volume 1. No. 2 Tahun 2019, h. 117-138

[2] Umar. 2020. Revitalisasi IPTEK Modern dalam Gagasan Keilmuan dan Perspektif Islam. rnal Kajian Al-Quran & Tafsir Volume 5, No. 1

[3] Darwis A. Sulaiman. 2019. Filsafat Ilmu dan Pengetahuan Perspektif Islam dan Barat. Aceh : Penerbit Bandar Publishing. H 26-29

[4] Izzatur Rusuli dan Zakiul Fuady M. Daud.2015. Ilmu Pengetahuan dari John Locke Ke Al Attas. Jurnal Pencerahan Volume 9, Nomor 1, (Maret) 2015 Halaman 12-22 

[5] Izzatur Rusuli dan Zakiul Fuady M. Daud.2015. Ilmu Pengetahuan dari John Locke Ke Al Attas. Jurnal Pencerahan Volume 9, Nomor 1, (Maret) 2015 Halaman 12-22


Presentasinya dapat diunduh pada link berikut

Presentasi PPT

Presentasi bentuk PDF

 

 


Posting Komentar untuk "Ciri Ilmu Pengetahuan Barat"