Ciri Ilmu Pengetahuan Barat
A. Pendahuluan
Penemuan sains dan teknologi telah banyak memudahkan aktivitas manusia. Dari berbagai penemuan serta pengembangannya membuat manusia dapat memahami, mengolah dan menguasai alam. Menurut Ali Anwar Yusuf, sains secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses pengkajian secara empirik dan dapat diterima oleh rasio, sedangkan teknologi adalah penerapan sains untuk mengendalikan alam dalam proses produktif ekonomis sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia.[1]
Kemajuan
dan kemudahan yang terjadi dalam kehidupan manusia merupakan peran dari Iptek
yang telah dikembangkan manusia dari masa kemasa. Dengan demikian Iptek
memudahkan kehidupan manusia dan memenuhi kebutuhannya atau mengantarkan
kehidupan manusia menjadi lebih baik. Dalam sejarah peradaban manusia,
bersamaan muncul dengan ilmu pengetahuan yang digunakan untuk menciptakan
teknologi. Sehingga tekhnologi merupakan produk ilmu pengetahuan melalui
pengembangan dan menjadi parameter kemajuan peradaban manusia. Iptek berkembang
demikian pesatnya melahirkan tantangan luar biasa bahkan membawa manusia jauh
dari nilai spiritualisme agama, padahal pengembangan teknologi tidak boleh
melepaskan diri dari nilai-nilai agama. Albert Einstein berujar “Agama tanpa
ilmu akan pincang, sedangkan ilmu tanpa agama akan buta”, menyiratkan
pentingnya posisi agama dalam pengembangan ilmu pengetahuan[2]
Pengetahuan merupakan sumber utama peradaban suatu bangsa. Maju atau mundurnta suatu bangsa berawal daru perhatian bangsa tersebut terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti oleh majunya berabagai peradaban dunia karena pemikiran tokoh-tokoh yang hidup pada masanya. Oleh karenanya, pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat vital yang harus mendapat perhatian sehingga dapat membawa manusia pada kehidupan yang lebih baik, Sebagaimana kita ketahui, pengetahuan yang sedang berkembang pada masa sekarang merupakan produk dari ilmu pengetahuan Barat yang memiliki karakteristik yang spesifik. Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan ciri ilmu pengetahuan Barat mulai dari hakikat keilmuannya hingga pada ciri ilmunya.
B.
Pembahasan
a.
Konsep Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan
merupakan sesuatu yang diketahui. Ilmu merupakan pengetahuan, namun pengetahuan
belum tentu merupakan ilmu. Hal ini terjadi karena pengetahuan dapat diperoleh
dengan atau tanpa metode ilmiah.
Artinya, pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sehari-hari atau berupa
informasi yang kita peroleh dari seseorang yang memiliki kewibawaan atau
otoritas tertentu. Ilmu pasti diperoleh dengan metode ilmiah, yaitu menggunakan
metode berpikir dedukif maupun induktif. Pengetahuan merupakan keseluruhan
gagasan, pemikiran, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki oleh manusia
mengenai dunia dan isinya, termasuk manusia beseerta kehidupannya. Sedangkan
ilmu pengetahuan merupakan keseluruhan system pengetahuan manusia yang sudah
dibakukan secara sistematis.
Definisi
ilmu pengetahuan sangat beragam, diantaranya ilmu adalah pengetahuan yang
memiliki dasar dan berlaku secara umum dan merupakan keseluruhan dari
kebenaran-kebenaran yang terkait antara satu dengan yang lain secara
sistematis. Definisi lain menyebutkan bahwa ilmu dapat dilihat sebagai
aktivitas yang dilakukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebagai metode
bagaimana aktivitas itu dilakukan, serta sebagai ilmu pengetahuan atau produk
dari aktivitas tersebut. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, di
mana aktivitas tersebut harus dilaksanakan dengan metode tertentu untuk
mendatangakn pengetahuan yang sistematis. Definisi lain menurut The Liang Gie,
ilmu merupakan aktivitas penelitian, metode ilmiah dan pengetahuan yang
sistematis. Ziman mengemukakan ilmu pengetahuan adalah kebenaran yang diperoleh
melalui kesimpulan logis dan pengamatan empiris (berdikir logis dan induktif).
Definisi ini umumnya didasarkan pada asas induksi, yaitu bahwa apa yang kelihatannya
telah terjadi beberapa kali hampir pasti selalu terjadi dan dapat dipakai
sebagai fakta dasar atau hukum yang memungkinkan dibangunnya suatu struktur
teori yang kuat. Hasil analisis drai
Ziman mengungkapkan bahwa penyelidikan ilmiah dimulai dengan pengamatan dan
percobaan yang kemudian diakhiri dengan generalisasi yang bersifat problematic
dan tidak pernah begitu saja menyatakan bahwa masalahnya sudah selesai atau
tidak dapat diganggu gugat lagi.
Ziman
mengemukakan bahwa kegiatan ilmiah bukan merupakan urusan pribadi, melainkan
urusan Bersama yang berarti bahawa semua orang yang tertarik pada penyelidikan
ilmiah dapat berpartisipasi sebagai rekan sederarajat. Tujuan dari ilmu
pengetahuan bukan sekedar untuk memperoleh informasi dan menyampaikan
pandangan-pandangan yang tidak saling bertentangan, tetapi bahwa ilmu
pengetahuan harus bersifat umum untuk mencapai suatu kesepakatan pendapat yang
rasional mengenai bidang yang mungkin sangat luas. Berdasarkan uraian tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa ciri umum ilmu pengetahuan diantaranya ilmu bersifat
rasional, artinya proses pemikiran yang berlangsung di dalam ilmu harus dan
hanya tunduk pada hukum-hukum logika. Kedua, ilmu bersifar obyektif, yang
berarti ilmu pengetahuan didukung oleh bukti-bukti yang dapat diverifikasi
untuk menjamin keabsahannya. Ketiga, ilmu bersifat matematikal, yaitu cara
kerjanya runtut berdasarkan patokan tertentu yang secara rasional dapat
dipertanggungjawabkan dan hasilnya berupa fakta-fakta yang relevan dalam bidang
yang ditelaahnya.
Ciri
keempat dari ilmu adalah ilmu bersifat umum atau universal dan terbuka. Artinya
ilmu harus dapat dipelajari oleh setiap orang bukan hanya sekelompok orang
tertentu. Kelima, ilmu bersifat akumulatif dan progresif yang berarti kebenaran
yang diperoleh selalu dapat dijadikan dasar untuk memperoleh kebenaran yang
baru sehingga ilmu pengetahuan menjadi semakin maju dan berkembang. Ciri ilmu
yang keenam adalah ilmu bersifat communicable. Hal inu berarti bahwa
ilmu dapat dibahas atau dikomunikasikan bersama orang lain.[3]
b.
Konsep Ilmu Pengetahuan, Sumber Ilmu
Pengetahuan Menurut Barat
1.
Konsep Ilmu Pengetahuan menurut Barat
Ilmu
pengetahuan berasal dari dua kata yaitu
ilmu dan pengetahuan. Secara etimologi, ilmu dalam bahasa Inggris science,
yang merupakan serapan dari bahasa latin scientia, dan merupakan turunan
dari kata scire, yang mempunyai arti mengetahui (to know), atau belajar
(to learn). Science juga bermakna pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri,
tanda-tanda dan syarat-syarat yang khusus. Pengetahuan dalam bahasa Inggris disebut
sebagai knowledge yang berarati kenyataan atau kondisi menyadari sesuatu,
kenyataan atau kondisi mengetahui sesuatu yang diperoleh secara umum melalui
pengalaman atau asosiasi, sejumlah pengetahuan, susunan kebenaran informasi,
dan prinsip-prinsip yang diperoleh manusia atau kenyataan atau kondisi memiliki
informasi yang sedang dipelajari. Ilmu pengetahuan secara terminologi diartikan
sebagai sesuatu yang empiris, rasional,
umum, dan sistematis.
Karl Pearson merumuskan ilmu pengetahuan sebagai
lukisan atau keterangan yang lengkap dan konsisten tentang fakta pengalaman
dengan istilah yang sesederhana/sesedikit mungkin). Ilmu Pengetahuan Prof. Dr.
Ashley Montagu, guru besar antropologi di Rutgers University adalah pengetahuan
yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan
percobaan untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang
dipelajari. Driver dan Bel, pakar konstruktivis, mengemukakan konsep bahwa ilmu
pengetahuan bukan hanya kumpulan hukum atau daftar fakta. Ilmu pengetahuan,
terutama sains, adalah ciptaan pikiran manusia dengan semua gagasan dan
konsepnya yang ditemukan secara bebas
Berdasarkan
berbagai pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan
adalah suatu fakta yang bersifat empiris atau gagasan rasional yang dibangun
oleh individu melalui percobaan dan pengalaman yang teruji kebenarannya. Definisi-definisi
tersebut memberikan ciri-ciri ilmu
pengetahuan diantaranya sistematis, objektif, rasional, general, reliabel dan
komunitas. Sistematis mengandung arti bahwa ilmu pengetahuan disusun secara
berurutan atau teratur yang memiliki fakta-fakta penting yang saling berkaitan.
Objektif berarti ilmu pengetahuan menjelaskan apa adanya sesuai dengan fenomena
yang terjadi. Rasional bermakna bersumber pada pemikiran rasio yang mematuhi
kaidah-kaidah logika. General berarti kualitas ilmu pengetahuan dapat merangkum
keseluruhan fenomena yang bersifat umum. Kebenaran yang didapatkan dapat
diterapkan untuk fenomena yang sama tanpa terikat ruang dan waktu. Reliabel artinya
dapat diperiksa kebenarannya, diselidiki kembali atau diuji ulang oleh setiap
anggota lainnya dari masyarakat ilmuan. Komunitas, dapat diterima secara umum,
setelah diuji kebenarannya oleh ilmuwan
2.
Obyek Ilmu Pengetahuan
Obyek dalam ilmu pengetahun terbagi menjadi dua, yaitu obyek material dan formal. Obyek material merupakan obyek yang dihadirkan dalam pemikiran atau penelitian, baik yang bersifat materi (seperti benda-benda) maupun yang non-materi (seperti masalah, konsep, ide-ide). Obyek formal merupakan obyek yang dipandang dari sudut pandang mana suatu obyek itu diselidiki Misalnya penelitian tentang manusia ditinjau dari aspek faal tubuhnya; maka obyek materialnya adalah manusia sementara obyek formalnya adalah aspek susunan tubuhnya.
3.
Sumber Pengetahuan
Sumber
pengetahuan adalah alat atau sesuatu dari mana individu atau seseorang
memperoleh informasi tentang suatu objek. Manusia mendapatkan informasi dari
indera dan akal. Oleh karena itu alat tersebut yang dianggap sebagai sumber
ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, sumber ilmu pengetahuan adalah empirisme
(indera) dan rasionalisme (akal). Empirisme merupakan pengetahuan yang
diperoleh dengan perantaraan panca indera. Paham empirisme berpendirian bahwa
pengetahuan berasal dari pengalaman. John Locke yang mengemukakan bahwa manusia
ibarat kertas putih, maka pengamalan panca inderawinya yang akan menghiasi jiwa
manusia dari mempunyai pengetahuan yang sederhana hingga menjadi pengetahuan
yang kompleks. David Hume berpendapat bahwa manusia sejak lahir tidak mempunyai
pengetahuan sama sekali, pengetahuannya didapatkan melalui pengideraan. Hasil
dari pengamatan melalui inderanya, maka menghasilkan dua hal; kesan (impression)
dan ide (idea).
4.
Rasionalisme
Rasionalisme
merupakan kebalikan dari empirisme. Rasionalisme menyebutkan bahwa sumber
pengetahuan terletak pada akal. Dalam bekerja, akal membutuhkan bantuan panca
indera untuk memperoleh data dari alam nyata, namun hanya akal yang mampu
menghubungkan data satu sama lainnya, sehingga terbentuklah pengetahuan.
Menurut Von pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu
dia berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan dapat menunjuk pada keseluruhan
obyek dan semua relasinya yang diabstraksikan dari pengalaman. Lingkungan juga
menunjuk pada sekeliling hal itu yang telah diisolasikan. Pendeknya, sumber
pengetahuan yang diakui keabsahannya dalam perspektif Barat hanya rasionalisme
dan empirisme.
Kebenaran
pengetahuan merupakan implikasi dari sumber pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan
Barat mengandalkan empiris dan rasional, sehingga menurut pandangan mereka,
pengetahuan dikatakan benar apabila sesuai dengan kenyataan yang ada dan sesuai
dengan akalnya. Oleh karenanya teori kebenaran dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu kebenaran realisme dan idealisme. Padangan realisme berpendapat
bahwa pengetahuan dianggap benar dan tepat apabila sesuai dengan kenyataan. Teori ini didukung oleh Bertand Russell dengan
teori korespondensinya, Charles S. Peirce dengan teori pragmatismenya dan para
ahli konstruktivis. Kebenaran idealisme menandaskan bahwa hakikat kebenaran
pengetahuan didasarkan pada alam ”ide”, terutama akal. Realita yang ditangkap
panca indera manusia sudah ditentukan sebelumnya dalam alam ”ide” itu.
Pandangan
ini didukung oleh Socrates dan Aristoteles dengan teori koherensinya. Dua teori
tersebut menyebutkan bahwa kebenaran dalam pengetahuan Barat bersifat relatif. Hal
ini terjadi karena pengetahuan itu bukan barang mati yang sekali jadi,
melainkan suatu proses yang terus berkembang sehingga tidak menutup kemungkinan
pengetahuan yang lama akan digugurkan oleh pengetahuan yang baru karena
dianggap sudah tidak relevan lagi. Kesimpulan yang bisa diambil adalah
pengetahuan yang benar bisa dilihat dari dua hal, yaitu kesesuaiannya dengan
realitas atau fakta yang ada dan kesesuaiannya dengan akal manusia yang
bersifat subyektif.[4]
c.
Ciri Ilmu Pengetahuan Barat
Pengetahuan dalam pandangan Barat merupakan suatu fakta empiris atau gagasan rasional yang dibangun oleh individu itu sendiri melalui pengalamannya. Pandangan tersebut memberikan gambaran bahwa pengetahuan Barat bersifat rasional-empiris. Artinya pengetahuan harus dapat dibuktikan secara empiris dan dapat diterima oleh rasio manusia. Dua poin utama dalam pengetahuan Barat, yaitu: pertama, sains (ilmu pengetahuan) merupakan cara mempelajari alam secara obyektif dan sistematik yang hasil-hasilnya dapat diterapkan dan dikembangkan secara universal. Kedua, sains merupakan suatu aktivitas manusia, walaupun sudah diusahakan seobyektif mungkin dan tidak memihak, dalam praktiknya subyektivitas, latar belakang pencetus teori dan standar nilai atau norma yang dianutnya, kondisi sosial politik pada saat itu memberikan pengaruh dalam teorinya. Berangkat dari pengertian tersebut, maka sumber pengetahuan dalam perspektif Barat berasal dari panca indera (empirisme) dan akal (rasionalisme). Sementara pengetahuan yang bersumber dari wahyu dan intuisi yang berada di luar panca indera dan akal manusia ditentang oleh kebanyakan ilmuwan Barat. Mereka menganggap bahwa intuisi tidak mempunyai unsur penalaran logis dan pengamatan secara empiris.
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat diketahui karakteristik pengetahuan dalam perspektif
Barat yaitu:
1.
Menggunakan Pendekatan Skeptis
Para
ilmuwan Barat dalam mencari pengetahuan yang meyakinkan berangkat dari
keraguan. Ilmuwan tersebut tidak pernah menerima kebenaran suatu pernyataan
sebelum penjelasannya dapat diterima secara logika dan dibuktikan secara
empiris. Bagi ilmuwan-ilmuwan tersebut, kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sudah
teruji keabsahannya, selama tidak digugurkan oleh kebenaran ilmiah lainnya yang
lebih terandalkan. Hal ini tidak berarti kebenaran ilmiah menempati kebenaran
mutlak, setidaknya reabilitas dan validitas kebenarannya bisa diandalkan karena
proses menuju kebenaran itu melalui proses yang panjang. Namun, keraguan yang
berkesinambungan ini bisa menjadi ”jebakan” bagi para ilmuwan sendiri. Sebab
dengan keraguan semacam itu, maka sulit mencapai kemantapan apalagi kepastian.
Karena pada saatnya nanti, kemantapan ini bisa digugat lagi menjadi keraguan di
kemudian hari, begitu seterusnya .
2.
Pendekatan Rasional-Empiris
Rasio
menjadi kebutuhan mutlak dalam proses pencarian pengetahuan. Semua konsep dan
teori dalam rumpun ilmu selalu dilihat berdasarkan pertimbangan rasio. Meskipun
terdapat fakta yang benar-benar riil bahwa sepanjang perbuatan itu tidak bisa
dinalar oleh rasio, maka tidak bisa dikatakan sebagai ilmu. Akibatnya, manusia
rasionalis tidak membutuhkan Tuhan lagi. Posisi Tuhan digantikan oleh akal
karena diyakini mampu memecahkan segala permasalahan manusia. Akal dianggap
menjadi tempat bersandar dan bisa memberikan ketenangan batinnya, padahal akal
juga memiliki keterbatasan.
Pendekatan dikotomik adalah pendekatan atas dua konsep yang saling bertentangan. Dikotomik ini muncul setelah timbulnya sekulerisasi dalam rangka membebaskan ilmuwan untuk berkreasi melalui penelitian, percobaan dan penggalian ilmiah tanpa dibayangi ancaman gereja Karakteristik pengetahuan Barat terdapat dikotomi antara nilai dan fakta, obyektif dan subyektif, pengamat dan dunia luar. Bagi mereka karakteristik ini adalah cara terbaik untuk memperoleh kebenaran pengetahuan
4.
Pendekatan Positivis-Obyektivis
Pendekatan
positivis merupakan pendekatan yang hanya menerima kebenaran yang nyata
empirisnya. Bagi positivisme, sesuatu yang berada di luar pengalaman inderawi
tidak dapat dijadikan sebagai metode dalam mendapatkan pengetahuan, sebab tidak
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan riil. Sedangkan yang riil hanya
terbatas pada sesuatu yang dapat diamati oleh indera. Pendekatan obyektivisme merupakan
pendekatan yang digunakan ilmuwan untuk menyatakan fakta apa adanya sesuai
dengan kenyataan yang sesungguhnya, sehingga tidak ada satu pun ilmu
pengetahuan yang disembunyikan oleh pemikiran yang rasional dan argumentatif.
Oleh karena itu, pendekatan ini menumbuhkan kejujuran intelektual (honesty
intelectual) dan keterbukaan. Pendekatan subyektif bisa menjadi terbuka
terhadap kritik bila menjadi pendekatan obyektif. Konsekuensi dari pendekatan
obyektivisme adalah adanya kontinuitas kritik. Ilmu dianggap benar apabila
mampu bertahan dari kritik secara keras. Ketika ilmu itu tidak lagi mampu
bertahan dari kritikan-kritikan berarti pudarlah kebenarannya.
5.
Menentang Dimensi Spiritual
(Antimetafisika)
Metafisika biasa diartikan oleh filosof sebagai sesuatu yang berada di balik alam. Metafisika juga diartikan sebagai sesuatu yang bersumber dari agama, berupa persoalan-persoalan akhirat atau alam baka. Hal ini ditolak oleh para positivis karena tidak dalam bentuk nyata, tidak bisa diukur, tidak bisa diuji validitasnya, dikuantitatifkan, dan diamati secara inderawi. Keterlibatan unsur-unsur spiritual dalam pengetahuan eksakta maupun pengetahuan sosial dipandang tidak perlu bahkan dianggap merusak cara kerja ilmiah Hal ini menunjukkan bahwa sains Barat tidak membangun keseimbangan (ballance) antara orientasi antroposentris dengan teosentris, sehingga ia bisa berkembang dengan cepat, tetapi kehilangan nilai-nilai ketuhanan. Oleh karena itu, kondisi-kondisi sains modern sekarang ini sesungguhnya rapuh dan mengalami ”kepincangan”, karena hanya menjadikan manusia satu-satunya tempat berpijak. Sementara itu, Tuhan dan petunjuk-petunjuk-Nya berusaha disingkirkan jauh-jauh dari arena pengetahuan Selain itu, pengetahuan Barat modern menolak pengaruh ataupun intervensi wahyu. Bagi mereka, eksistensi wahyu Tuhan diakui dalam sebatas seperangkat aturan yang harus dijalankan manusia sebagai bekal untuk menuju kehidupan akhirat. Mereka membedakan secara tajam antara wahyu dengan rasio. Bagi mereka, wahyu merupakan titah Tuhan yang tidak memiliki sifat-sifat rasional sama sekali, begitu juga sebaliknya[5]
C.
Kesimpulan
Kesimpulan
yang dari makalah ini adalah :
a. Ilmu
pengetahuan adalah suatu fakta yang bersifat empiris atau gagasan rasional yang
dibangun oleh individu melalui percobaan dan pengalaman yang teruji
kebenarannya
b. Ciri-ciri
ilmu pengetahuan diantaranya sistematis, objektif, rasional, general, reliabel
dan komunitas
c. Obyek
dalam ilmu pengetahun terbagi menjadi dua, yaitu obyek material dan formal.
d. Ciri ilmu pengetahuan Barat diantaranya Menggunakan Pendekatan Skeptis, Pendekatan Rasional-Empiris, Pendekatan Dikotomik, Pendekatan Positivis-Obyektivis dan Menentang Dimensi Spiritual (Antimetafisika)
Daftar
Pustaka
Akbar Tanjung. 2019. Karakteristik dan Implikasi Sains Barat Modern Terhadap Lingkungan Hidup. Indonesian Journal of Islamic Theology and Philosophy. Volume 1. No. 2 Tahun 2019, h. 117-138
Darwis A. Sulaiman. 2019. Filsafat Ilmu dan Pengetahuan Perspektif Islam dan Barat. Aceh: Penerbit Bandar Publishing. H 26-29
Fahmi Ahmad. 2019. Infiltrasi Pendidikan Agama dan Budaya Di Indonesia: Perspektif Islam dan Barat. Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam. Vol 08 No. 02 (2019)
Hakim.Usmanul. 2019. Identifikasi Worldview dalam Ilmu Pengetahuan Barat Kontemporer menurut Syed Muhammad Naquib Al Attas. Tafsyiah Jurnal Pemikiran Islam Vol. 3, No. 2, Agustus 2019, hlm. 53-72
Hanafi. Hassan. 2015. Studi Filsafta 2 Pembacaan Atas Tradisi Barat Modern. Yogyakarta : LKIS
I Gusti Bagus Rai Utama. 2013. Filsafat Ilmu dan Logika. Badung : Universitas Dhiyana Pura Badung
Izzatur
Rusuli dan Zakiul Fuady M. Daud.2015. Ilmu Pengetahuan dari John Locke Ke Al
Attas. Jurnal Pencerahan Volume 9, Nomor 1, (Maret) 2015 Halaman 12-22
Karim.
Abdul 2014. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Fikrah Vol 2 No. 1
Juni 2014
Kosim. Muhammad. 2008. Ilmu Pengetahuan
dalam Islam. Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008
Muslih, Muhammad. 2004. Filsafat Ilmu.
Yogyakarta : Belukar
Saputra.
Hardika.2019. Perjumpaan Keilmuan Islam dengan Keilmuan Barat. Az-Ziqri,
Vol 1. No.02 Juli-Desember 2019 .
Siti Makhmudah. 2018. Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Modern dan Islam. Al Murabbi Volume 4, Nomor 2, Januari 2018
Umar. 2020. Revitalisasi IPTEK Modern dalam Gagasan Keilmuan dan Perspektif Islam. rnal Kajian Al-Quran & Tafsir Volume 5, No. 1
Wahana.Paulus. 2016. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta : Pustaka Diamond
[1] Akbar
Tanjung. 2019. Karakteristik dan Implikasi Sains
Barat Modern Terhadap Lingkungan Hidup. Indonesian Journal of Islamic Theology
and Philosophy. Volume 1. No. 2 Tahun 2019, h. 117-138
[2] Umar. 2020. Revitalisasi IPTEK
Modern dalam Gagasan Keilmuan dan Perspektif Islam. rnal Kajian Al-Quran &
Tafsir Volume 5, No. 1
[3] Darwis A.
Sulaiman. 2019. Filsafat Ilmu dan Pengetahuan Perspektif Islam dan Barat. Aceh
: Penerbit Bandar
Publishing. H 26-29
[4] Izzatur Rusuli dan Zakiul Fuady M. Daud.2015. Ilmu Pengetahuan dari John Locke Ke Al Attas. Jurnal Pencerahan Volume 9, Nomor 1, (Maret) 2015 Halaman 12-22
[5] Izzatur Rusuli dan Zakiul
Fuady M. Daud.2015. Ilmu Pengetahuan dari John Locke Ke Al Attas. Jurnal
Pencerahan Volume 9, Nomor 1, (Maret) 2015 Halaman 12-22
Presentasinya dapat diunduh pada link berikut
Posting Komentar untuk "Ciri Ilmu Pengetahuan Barat"
Berkomentar dengan baik. Mohon tidak spam.