Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Religiusitas

 

Religiusitas

a.      Pengertian Religiusitas

Jalaluddin (2002)  mengemukakan bahwa religiusitas  berasal dari kata religi, dalam bahasa Latin “religio” yang akar katanya adalah religure yang berarti mengikat. Sehingga dapat dikatakan bahwa religi atau agama pada umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan pemeluknya. Religi pada umumnya terdapat aturan-aturan atau kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan untuk mengikat dan mengutuhkan diri seseorang maupun kelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan, sesame manusia dan alam sekitar.(Jalaludin, 2002). Anshari (1986) membedakan istilah religi atau agama dengan religiusitas. Jika agama menunjuk pada aspek-aspek formal yang berkaitan dengan aturan dan kewajiban, maka religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh seseorang di dalam hati. Dister mengartikan religiusitas sebagai keberagaman yang disebabkan adanya internalisasi agama ke dalam diri seseorang. 

Monks dan kawan-kawan mengartikan religiusitas sebagai keterdekatan yang lebih tinggi dari manusia kepada Yang Maha Kuasa yang memberikan persaan aman. Shihab mengemukakan religiusitas sebagai hubungan antara makhluk dengan Khalik (Tuhan) yang berwujud ibadah yang dilakukan dalam sikap keseharian. Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa religiusitas menunjuk pada tingkat ketertarikan individu terhadap agamanya yang menunujukkan bahwa individu tersebut telah menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya sehingga berpengaruh dalam segala tindakan hidupnya.(Jalaludin, 2002)

Religiusitas (religious resignation) dalam kamus psikologi diartikan sebagai kepasrahan diri secara agama, pembuangan dan peniadaan kemauan.(Chaplin, 2014).  Religiusitas berasal dari Bahasa Latin religio yang akar katanya adalah religure yang berarti mengikat. Oleh karena itu religiusitas menunjuk pada tingkat keterikatan seseorang atau individu terhadap agamanya yang terinternalisasi sehingga berpengaruh dalam segala tindakan dan pandangan hidupnya.(Ismail, 2009)

Religiusitas juga didefinisikan oleh Wach sebagai pengalaman keagamaan yang memuat empat kriteria, yaitu tanggapan terhadap sesuatu yang dihayati sebagai realitas mutlak, tanggapan yang melibatkan pribadi utuh yang terlibat dalam kegiatan, bukan hanya pikiran, perasaan dan kehendak semata tetapi juga keseluruhan potensi yang dimiliki manusia. Kriteria religiusitas lainnya adalah kedalaman tertentu dan ungkapan dalam perbuatan meliputi pemikiran, tindakan atau perbuatan, dan kehidupan kelompok.(Ulya, 2018)

Ensiklopedia Indonesia mendefisinikan religuisitas (religio) adalah pengabdian terhadap agama atau kesalehan. Apabila ditinjau dari konstruksi psikologi agama, religiusitas merupakan inti kualitas hidup manusia, dan diartikan sebagai rasa rindu, rasa ingin bersatu dan ingin berada dalam sesuatu yang abstrak. Mangunwijaya mengemukakan bahwa dilihat dari kenampakannya, agama lebih menunjuk kepada Tuhan, sedangkan religiusitas lebih kepada aspek atau hal-hal yang berada dalam lubuk hati manusia.(Jalaluddin, 2016)

Religiusitas secara etimologi berasal dari kata religi. Drikarya mendefinisikan religi yang berarti mengikat. Peningkatan yang dimaksud adalah suatu kewajiban dan aturan yang harus dilakukan. Kewajiban ini berfungsi secara mengikat dan mengukuhkan diri baik seseorang atau kelompok dalam hubungan antara Tuhan, manusia dan alam sekitar.(Mahmudi & Attamimi, 2020)

Pengertian religiusitas yang diperoleh dari berbagai penjelasan tersebut  yaitu  hubungan antara makhluk dengan Sang Khalik dalam bentuk kepasrahan diri yang terwujud dalam sejauh mana pengetahuannya tentang agama, kekokohan keyakinan dan ketaatan beribadah yang terus meningkat sehingga memberikan rasa aman terhadap dirinya.

Religusitas berbeda dengan spiritualitas. Spiritualitas merupakan konsep dua dimensi antara dimensi vertikal dan horizontal di mana vertikal merupakan hubungan dengan Tuhan sedangkan horizontal merupakan hubungan dengan orang lain (manusia). Spiritualitas mengacu pada fenomena nonmaterial yang berkaitan pada iman, kepercayaan, dan harapan yang berbeda dari hal-hal material yang berkaitan dengan kepemilikan, akumulasi, dari hak milik dan kompetisi. Dalam konteks psikologi, spiritualitas lebih menekankan pada pikiran dibandingkan raga, being dibandingkan having, serta usaha mental yang kuat dalam kehadiran ruh atau spiritual essence.(Purnomo, 2017)

Istilah religiusitas berbeda dengan religiusitas. Menurut Gotterer (2021) religiusitas merupakan kepekaan sosial yang timbul dari dalam diri seseorang yang lahir dari dimensi spritualitas di mana dimensi spiritualitas dan religiusitas sangat terkait dengan praktik sosial. Perbedaan mendasar mengenai spiritualitas dan religiusitas menurut Imaduddin (2017) adalah bahwa spiritualitas merupakan bagian dari pengembangan individu, bukan bagian dari religiusitas. Armastrong mendefinisikan religiusitas dalam hal praktik dan keyakinan agama, sedangkan spiritualitas diartikan sebagai penekanan hubungan antara individu dan beberapa kekuatan transenden (Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi). Hal ini menunjukkan bahwa religiusitas sangat erat kaitannya dengan praktek dan keyakinan sedangkan spiritualitas menekankan hubungan transendental individu dengan Tuhan.(Purnomo & Mansir, 2020)


b.      Aspek-aspek Religiusitas

Agama merupakan suatu sistem terdiri dari beberapa aspek. Agama meliputi kesadaran beragama dan pengalaman beragama. Kesadaran beragama adalah aspek yang terasa dalam pikiran yang merupakan aspek mental dari aktivitas beragama, sedangkan pengalaman beragama adalah perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan. Religi terdiri dari dua unsur, yaitu unsur keyakinan terhadap ajaran agam dan unsur pelaksanaan ajaran agama. Agama meliputi adanya keyakinan, adat, tradisi dan juga pengalaman-pengalaman individual. Pembagian dimensi-dimensi religiusitas menurut Glock dan Stark terdiri dari lima dimensi diantaranya :

1)             Dimensi keyakinan, merupakan tingkatan sejauh mana sesorang menerima dan mengakui hal-hal yang dogmatik dalam agamanya.

2)             Dimensi peribadatan atau praktik agama, merupakan tingkatan sejauh mana sesorang menunaikan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya.

3)             Dimensi penghayatan, adalah perasaan keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan seperti merasa dekat dengan Tuhan, tenteram saat berdoa, tersentuh mendengar ayat suci, merasa takut berbuat dosa, merasa senang doanya dikabulkan, dan sebagainya.

4)             Dimensi pengetahuan agama merupakan dimensi sejauh mana seseorang mengetahui ajaran-ajaran agamanya terutama yang ada dalam kitab suci, hadis, pengetahuan tentang fikih dan sebagainya.

5)             Dimensi pengamalan, merupakan dimensi sejauh mana implikasi ajaran agama memengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sosial. Kontruks religiusitas dalam penelitian ini merupakan religiusitas Islam yang dirumuskan secara deduksi dai hadist Riwayat Bukhari di mana Islam secara substansi terdiri atas tiga unsur yaitu iman, islam dan ihsan.(Fridayanti, 2015)


c.       Kehidupan Religiusitas pada Remaja

Keberagaman remaja adalah keadaan peralihan dari kehidupan anak-anak menuju ke arah kemantapan beragama. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul pada masa remaja. Mulai adanya keragu-raguan terhadap kaidah-kaidah akhlak dan ketentuan agama hingga tidak mau lagi menerima ajaran-ajaran agama begitu saja seperti masa kanak-kanak. Agama dapat memberikan kemantapan pada waktu remaja mengalami kebimbangan dan memastikan bahwa manusia sangat membutuhkan agama. Tanpa agama, seseorang belum menjadi manusia yang utuh.

Perkembangan jiwa keagamaan remaja menduduki tahap progresif yang mencakup masa Juvenilitas (adolescantium), pubertas dan nubilitas. Hal tersebut turut mempengaruhi keadaan beragamanya. Penghayatan ajaran agama ditandai oleh beberapa factor perkembangan jasmani dan rohani. Menurut W. Starbuck perkembangan tersebut adalah :

1)   Pertumbuhan Pikiran dan Mental

Ide dan dasar keyakinan yang diterima oleh para remaja pada masa kanak-kanak sudah tidak lagi menarik bagi mereka karena sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Di samping masalah yang berkaitan dengan agama, mereka sudah mulai tertarik dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan kebudayaan, sosial, ekonomi, serta norma-noram kehidupan lainnya.

2)   Perkembangan Perasaan

Berbagai macam perasaan mulai berkembang pada usia remaja. Perasaan tentang sosial, etika dan estetika mendorong remaja untuk menghayati dan mendalami perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan yang religious akan membawa diri remaja lebih dekat pada kehidupan yang religius pula..

3)   Pertimbangan Sosial

Pertimbangan sosial menerupakan salah satu hal yang mempengaruhi corak keagamaan para reamaja. Konflik antara pertimbangan moral dan materiil merupakan masalah atau konflik yang timbul dalam kehidupan keagamaan. Remaja mengalami kebingungan dalam dalam pemilihan materi itu. Kehidupan duniawi lebih dipengaruhi oleh hal yang berkaitan dengan materi menjadikan para remaja lebih cenderung untuk bersikap materialis seperti keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan dan kehormatan diri serta hal yang berkaitan dengan kesenangan pribadi lainnya. Sedangkan hal yang berkaitan dengan masalah keagamaan, sosial dan akhirat bukanlah menjadi sesuatu yang dominan.

4)   Perkembangan Moral

Titik tolak perkembangan moral pada remaja berasal dari perasaan berdosa dan usaha untuk mencari proteksi atau perlindungan. Tipe moral pada remaja meliputi lima hal yaitu self directive, adaptive, submissive, unadjusted, dan deviant. Self directive merupakan ketaatan terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi. Adaptive berarti mengikuti atau menyesuaikan terhadap lingkungan tanpa mengadakan kritik. Submissive merupakan perasaan adanya  keraguan terhadap ajaran moral dan agama. Unadjusted merupakan perasaan belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral sedangkan deviant diartikan dengan menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral dalam kehidupan masyarakat.

5)   Sikap, Minat dan Ibadah

Sikap dan minat terhadap keagamaan tergantung pada kebiasaan yang dilakukandi masa kecil serta lingkungan agama yang memengaruhi mereka. Minat remaja dikelompokkan menjadi empat berdasarkan minatnya diantaranya minat terhadap ekonomi, keuangan, materiil dan sukses pribadi yang menduduki peringkat pertama, disusul oleh ketaatan beribadah, dan minat terhadap masalah ideal dan sosial.(Jalaluddin, 2016)

 

Sumber :

Chaplin, J. (2014). Kamus Lengkap Psikologi. Rajawali Pers.

Fridayanti, F. (2015). Religiusitas, Spiritualitas dalam Kajian Psikologo dan Urgensi Perumusan Religiusitas Islam. Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(2), 199–208.

Ismail, W. (2009). Analisis Komparatif Perbedaan Tingkat Religiusitas Siswa di Lembaga Pendidikan Pesantren, MAN dan SMUN. Lentera Pendidikan, 12(1). https://doi.org/https://doi.org/10.24252/lp.2009v12n1a7

Jalaluddin. (2016). sikologi Agama Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi. PT Raja Grafindo Persada.

Jalaludin. (2002). Psikologi Islam. PT Raja Grafindo Persada.

Mahmudi, I., & Attamimi, T. A. (2020). Pengaruh Hidden Curriculum dan Disiplin Terhadap Religiusitas Siswa SMPN 1 Mlarak Ponorogo. Ulumuddin: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 10(1), 71–85. https://doi.org/https://doi.org/10.47200/ulumuddin.v10i1.376.

Purnomo, H. (2017). Spiritualitas dan Perilaku Miskin Pengemis Di Kota Cirebon. UIN Syarif Hidayatullah. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/45014

Purnomo, H., & Mansir, F. (2020). Spirituality: The Core Of Attitude With Social Awareness. Psikis. Jurnal Psikologi Islami, 6(2), 130–138. https://doi.org/https://doi.org/10.19109/psikis.v6i2.4716

Ulya. (2018). Post-Truth, Hoax dan Religiusitas Di Media Sosial. Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah Dan Studi Keagamaan, 6(2), 283–302. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21043/fikrah.v6i2.4070

 


Posting Komentar untuk "Religiusitas"