Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rindu dan Cinta dalam Psikologi Islam


Rindu dan Cinta dalam Psikologi Islam
Kangen sekolah...
Yup. Itulah kalimat yang sedang hits saat ini di kalangan pelajar, guru bahkan orang tua. Ungkapan itu muncul setelah lebih dari dua pekan kita semua menjalankan aturan Stay at home untuk memutus peredaran Virus Corona. Ekpresi kerinduan yang ditampakkanpun berbeda-beda, mulai dari  memposting kalimat-kalimat bertema kerinduan akan sekolah, kerinduan dengan teman, rindu dengan galaknya  guru hingga curhatan emak-emak milenial tentang repotnya mengurus anak, rumah tangga sembari mendampingi anak SFH, istilah keren tuk sekolah dari rumah. Pihak gurupun ternyata merasakan hal yang sama. Rasa rindu pada siswanya juga sudah mulai melanda, mulai dari jenuhnya memberikan tugas online hingga rindu akan celoteh dan tingkah polah siswanya saat di sekolah. Mengapa seseorang dapat merasakan kerinduan? Karena orang tersebut mencintai yang dirindukannya. Cinta yang tulus akan menghadirkan rasa rindu. 
Bagaimana cinta dalam pandangan psikologi Islam? Yuk kita bahas,



Cinta adalah emosi yang alami dan ada di mana-mana yang datang dalam berbagai bentuk dan tingkat intensitas . Kita mencintai pasangan kita dengan satu cara, orang tua kita dengan cara lain dan anak-anak kita dengan cara yang sangat berbeda. Semua tipe ini berasal dari karunia Allah, dan  perasaan cinta itu sepenuhnya dapat diterima dan didorong, bahkan jika halangan cinta kita kebetulan adalah orang-orang kafir.  Satu-satunya batasan adalah bahwa cinta kita untuk manusia lain (atau hal, dalam hal ini) tidak boleh melebihi cinta kita untuk Allah. Tidak ada yang lebih berkah dalam mencintai seseorang melebihi cinta kita kepada Allah. Jika kita tidak mencintai Allah tentunya kita tidak akan mendapatkan ridho dari Allah. 
Cinta kita kepada Allah, pada kenyataannya, adalah unik dan berbeda dari jenis cinta lainnya. Aspek penting dan wajib dari iman adalah untuk mencintai  Allah dan Utusan-Nya serta mempercayai bahwa apa yang Allah telah tentukan untuk menjadi  yang terbaik baik dan yang paling adil  (dalam hal iman dan perbuatan).  Cinta untuk Allah dan Utusan-Nya harus menjadi prioritas melebihi cinta untuk cinta untuk anggota keluarga, kekayaan, dan aspek duniawi lainnya Allah. Di mana Allah berfirman dalam surat At Taubah : 24 yang berarti “Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”

Mencintai Allah Allah dan utusan-Nya melebihi cinta pada cinta dan sesuatu lainnya adalah tanda kesetiaan yang sesungguhnya yang akan memimpin pelakunya untuk menikmati manisnya iman. Hal ini berimplikasi bagi seorang hamba Allah untuk menahan kesenangannya  karena memilih pada ketaatan dan mendekat kepada-Nya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw dalam hadis yang berarti “ Tidak ada diantara kamu  yang benar-benar beriman sampai kamu mencintaiku melebihi cintamu pada ayahmu, putra-putramu dan manusia lainnya” (HR Muslim).

Cinta kepada Allah merupakan bagian dari fitrah manusia dan cinta dalam wujud yang hakiki, yang kemudian diimplikasikan dalam kerinduan dan ibadah. Kerinduan (al ‘isyq) adalah kondisi yang lebih tinggi tingkatannya dibanding cinta, yang pada tingkatannya yang biasa-biasa saja terdapat dalam diri setiap orang. Berbeda dengan hal tersebut, maka kerinduan kepada Tuhan memiliki benih-benih yang tertanam dalam roh dan fitrah pada manusia

Kecintaan kepada Allah hakikatnya adalah kecintaan abadi seorang hamba kepada Khaliknya. Kecintaan puncak yang mengatasi segala bentuk cinta, kepada selain cinta kepada-Nya. Dinyatakan dalam firman-Nya dalam Surat Ali Imran : 31 yang berarti “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“

Cinta kepada rasul Allah adalah dalam wujud menempatkan kecintaan itu pada prioritas utama. Agar dorongan yang dimaksud tersalurkan secara tepat arah  dan sasaran, mesti didasarkan pada kesadaran yang mendalam. Untuk itu perlu adanya pedoman yang jelas. Cinta kepada rasul diwujudkan dengan menempatkan kecintaan kepada beliau pada prioritas utama. Kecintaan puncak ini akan terlihat pada tingkat pengorbanan yang lebih besar dalam menjalankan perintah-perintah Allah sesuai dengan bimbingan dan tuntunan beliau. Mematuhi semua itu pasti melebihi tingkat kepatuhan kepada orang lain.

Allah menjelaskan karakteristik hamba yang benar-benar mencintai-Nya dalam QS Al Maidah : 54  yang berarti “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui” 
Karakteristik yang dijelaskan dalam ayat ini adalah keramahtamahan terhadap orang beriman, yang menunjukkan bahwa mereka berbelas kasih dan berbelas kasih kepada saudara-saudara mereka dan  orang-orang yang beragama Islam, kekerasan dan kebencian terhadap mereka terhadap orang-orang kafir yang memerangi umat Islam, berjuang di jalan Allah melawan musuh-musuh-Nya dengan hati, jiwa, tangan, lidah dan kekayaan seseorang, dan tidak takut akan celaan dari siapa pun, karena ada kepuasan dalam melakukan apa yang berkenan kepada Allah  tidak peduli tentang krtikan atau pujian dari orang lain. Dengan demikian, memahami dan menerima prinsip-prinsip ini akan memperkuat iman kita dan membawa kita lebih dekat kepada Allah.
 


Semoga bermanfaat dan sehat selalu.




Daftar Pustaka: 

Jalaluddin. 2018. Psikologi Pendidikan Islam.  Yogyakarta : Pustaka Pelajar

 Aisha Utz. __. Psychology From The Islamic Perspectiv. International Islamic Publishing House.

Hurlock. __. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
W.S Winkel. 2014. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta : Sketsa





   

 

Posting Komentar untuk "Rindu dan Cinta dalam Psikologi Islam"